Halaman

Jumat, 01 Februari 2019

China 2019 Hari 4

Catatan perjalanan Shenzhen, Beijing, Harbin 2019

Hari ke-4 Beijing: Temple of Heaven, Hotpot di Hongyuan Nanmen Meat, National Stadium

Seri ini terdiri dari:
Hari ke-1 7 Januari 2019 Awal mula perjalanan dan Shenzhen (lay over)
Hari ke-2 8 Januari 2019 Beijing: Forbidden City/ Kota Terlarang, Wangfujing, Beijing Railway Station
Hari ke-3 9 Januari 2019 Harbin: St Sophia, Zongyang Street, Zhaolin Park, Stalin Park, Ice-Snow World, Harbin Station
Hari ke-4 10 Januari 2019 Beijing: Temple of Heaven, Hotpot di Hongyuan Nanmen Meat, National Stadium
Hari ke-5 11 Januari 2019 Beijing: Badaling Great Wall, Summer Palace
Hari ke-6 12 Januari 2019 Beijing: Yuanmingyuan Park


 Sebelumnya dan tentang Internet Great Wall di China

Jadi karena malam sebelumnya saya dan rekan kerja saya (lagi-lagi) bermalam di kereta akhirnya hari ini pun kami berniat untuk istirahat setengah hari di hostel. Kereta kami sampai di Beijing sudah sekitar jam 10 pagi (dan itu sebenernya udah siang banget kan) kami langsung menuju hostel kami. Kami sampai hostel sekitar satu jam kemudian dan setelah masuk ke kamar (alhamdulillah-nya kami sudah bisa masuk ke kamar kami meskipun seharusnya check-in adalah di pukul 13). Setelah bergantian bebersih, rekan saya tertidur. Yah... perjalanan PP Beijing<=>Harbin memang melelahkan dan kami juga udah tiga malam ga ketemu kasur jadi saya sangat memakluminya.

Saya sendiri karena tipikal orang yang gampang tidur jadi efek tiga hari tidak tidur di kasur ga terlalu mempengaruhi saya. Sehingga yang saya lakukan adalah memeriksa Great Wall China. Bukan tembok besar China yang sebenarnya (karena itu untuk kegiatan hari esok), tapi tembok besar yang ada di internet China. Saya menggunakan roaming selama perjalanan saya di China ini sehingga masalah menanyakan ke Mbah G**gle tetap bisa dilakukan (yang meskipun agak lemot sih, masa di subway ada Edge, my got banget kan, jaman sekarang masih Edge. Uh). Tapi saya benar-benar penasaran apakah semua aplikasi yang katanya ga bisa digunakan itu benar-benar tidak bisa digunakan.

Jadi saya menyambungkan perangkat handphone saya ke wifi yang disediakan di hostel. Lalu benar saja Wh*stApp langsung berhenti berfungsi begitu juga semua turunan Faceb**k. G**gle Chrome saya tidak bisa digunakan, dan semua yang berhubungan dengan G**gle juga OFF (termasuk Y*utube ya). Web search yang akhirnya saya gunakan adalah Saf*ri. N*tflix dan Vi* buat nonton tidak bisa digunakan. Webtoon dari LIN* masih bisa termasuk produk dari LIN*lainnya. Game saya (saya main game F**d Fantasy) alhamdulillahnya bisa diakses dengan baik. Beberapa aplikasi keluaran Indonesia juga masih bisa digunakan. Jadi yang akhirnya saya lakukan adalah baca webtoon dan komik serta main game.

Menginjak jam 14.30 akhirnya setelah rekan saya puas tidur dan saya puas baca webtoon dan main game kami memutuskan untuk melanjutkan perjalan kami di Beijing. Inilah hari keempat kami...


Biaya

Di hari keempat ini kami selain biaya untuk masuk ke tempat wisata kami juga mengeluarkan uang lebih untuk makan hot pot sehingga yang kami keluarkan adalah:

Temple of Heaven (taman saja)..................   10 Yuan
Makan hot pot............................................. 145 Yuan

Temple of Heaven

Temple of Heaven
Menuju ke sana
Temple of Heaven dapat diakses dengan menggunakan subway dan turun di stasiun Tiantan East Gate. Untuk exit yang digunakan adalah exit A2, dan setelah keluar dari exit A2 ini belok ke kanan (jangan ke kiri) karena pintu timur Temple of Heaven ga berapa jauh dari exit A2 ini. Kami sendiri akhirnya masuk dari pintu utara karena kami salah belok (kami ke kiri) dan mengikuti beberapa orang yang ternyata mau ke arah halte bus. Pintu utara dan pintu timur itu lumayan jauh jalannya, jadi jangan salah belok.

Selama di sana
Tiket taman Temple of Heaven
Kami sampai di Temple of Heaven sudah sangat sore (ya jelas kami keluar dari hostel aja udah jam 15), sehingga pada saat kami ingin membeli tiket, mba yang di loket bilang kalau area kuil sudah ditutup sehingga kami hanya bisa masuk ke area taman saja. Karena kami juga sebenarnya ga niat masuk kuil jadi ya kami beli saja tiket yang taman tersebut. Ternyata oh ternyata area kuil yang dimaksudkan adalah area di setelah taman di balik tembok yang melingkupi bagian dalam tempat ini. Bangunan yang dikenal sebagai Temple of Heaven tersebut ada di dalam area kuil (yang kalau kita search Temple of Heaven maka bangunan itu yang muncul). Alhasil kami cuma bisa berfoto dari sisi tembok yang masih terlihat pucuk si Temple of Heaven tersebut.

Kocak sih, niatnya memang cuma foto di luar aja cuma ga kami kira bagian luarnya tuh di luar pagar tembok gitu. Ya pelajaran buat yang mau ke sini juga sih ya, nanti kalau mau beli jangan lupa tiket taman sama tiket kuil juga. Akhirnya kami mencari tempat oleh-oleh yang masih buka. Kalau menurut penilaian pribadi saya sendiri, dari semua tempat oleh-oleh resmi yang ada di dalam tempat wisata di Beijing yang saya datangi, harga di sini adalah yang paling tinggi. Jadi sebaiknya kalau mau beli mungkin beli yang untuk pribadi aja.

Kami ada di sini bener-bener sampai pada saat area taman juga mau di tutup karena ada petugas yang meneriaki kami dari jauh. Awalnya kami ga sadar kenapa kami diteriaki (posisi kami dan petugas itu jauh banget sih, jadi wajar kalau petugasnya teriak), namun setelah kami melihat sekitar kami yang sudah tidak ada orang akhirnya kami sadar kalau kami diminta untuk buru-buru keluar dari area tersebut. Ketika kami melewati pintu area tersebut, pintu tersebut langsung dikunci oleh para petugas sedang saya dan rekan hanya bisa berkata "Xie xie" karena mereka sudah mau menunggu kami.


Hotpot di Hongyuan Nanmen Meat

Hot pot yang kami pesan 
Menuju ke sana
Karena kami terjebak keluar dari kompleks Temple of Heaven di pintu selatan, secara tidak sengaja kami menemukan retoran halal ini di bagian kiri jalan (bagian kiri jika kami keluar dari area Temple of Heaven). Intinya kami ga sengaja menemukan dan masuk ke restoran ini.

Selama di sana
Karena pas hari kedua kemarin udah batal makan hot pot di Donglaishun, akhirnya pada kesempatan ini kami menyempatkan untuk makan di restoran ini. Namun ternyata oh ternyata pelayannnya ga ada yang bisa bahasa Inggris. Cuma bisa ketawa miris. Alhamdulillahnya manunya ada bahasa Inggrisnya (gak tulisan kanji semua) sehingga kami ga buta-buta banget pas mau mesen. Setelah bingung mau makan apa akhirnya kami memutuskan memesan satu paket daging (yang setelahnya saya baru sadar kalau itu daging kambing/domba semua) dan udang.

Pada saat kami datang sudah ada dua mangkuk seperti sup di meja tersebut. Karena bingung dengan mangkuk itu dan mengira itu adalah kolak (bentuknya mirip banget kolak dan tiga candil berwarna soalnya) saya mencoba menanyakan dengan menggunakan G**gle translate. Yang saya tanyakan adalah apakah itu (si kolak) adalah service (maksudnya disediakan oleh restoran dan gratis). Si masnya kemudian menjawab dengan apakah saya suka pedas dan saya menjawab sedikit dalam bahasa China. Lalu kami pun bingung apa hubungannya si kolak ini dengan cabe? Bener-bener bingung.

Tak berapa lama hot pot dan model banchan/makanan pendamping disediakan dan tak lama pesanan kami datang. Ada juga sayuran di samping meja kami namun karena kami takut itu kena charge lagi jadi tidak kami sentuh. Akhirnya seperti biasa, kalau bingung perhatikan orang disekitar. Setelahnya kami baru sadar kalau si kolak ternyata adalah saus dari hot pot tersebut (tapi ga pedes). Cara menggunakannya adalah daging yang sudah dicelupkan ke dalam hot pot dimasukkan/dicocol ke mangkuk saus tersebut. Setelah memahami cara kerja hot pot ini, kami pun memakannya.

Saya kira hot pot itu seperti model shabu-shabu yang airnya bisa diminum, jadi karena saya tidak menemukan mangkuk saya akhirnya menggunakan gelas kosong (yang harusnya buat air minum sih itu) untuk mencoba air dari hot pot tersebut. Ga ada rasanya, plain... Tidak berapa lama, pelayan yang membantu kami (sekarang ganti jadi ibu-ibu) melihat gelas yang saya isikan kaldu. Dia lalu buru-buru mengambil gelas saya dan seperti bilang "Aduh, ini kan buat air minum bukan buat air kaldu. Gelasnya bisa jadi bau" dan kemudian menyingkirkan gelas tersebut dari meja kami. Jadi ternyata airnya memang tidak untuk di minum.

Terus masalah cabai, jadi kan ada minyak cabai yang ada di meja kami. Karena kaldunya bener-bener ga ada rasanya jadi saya mencoba menambahkan minyak cabai itu ke dalam hot pot. Melihat keanehan lain yang saya lakukan, ibu-ibu yang meleyani kami saat itu mendekat dan seperti bilang "Cabainya itu dipakainya begini lho..." sambil menuangkan cabai di piring dan memeragakan gerakan menyelupkan daging ke hot pot, kemudian ke bumbu yang mirip kolak itu terus ke minyak cabai. Ah... begitu toh cara gunain cabai ini.

Biasanya lidah saya cukup toleren terhadap masakan Asia Timur, namun untuk makanan yang satu ini memang cukup aneh (terutama saus yang mirip kolak itu yang rasanya mirip sama rasa sambal pecel). Jadi memakan ini seperti makan daging rebus dengan pecel, hem kalau saya bisa membandingkan mungkin pasangan ini seperti pisang goreng dengan sambel. Beberapa orang mungkin akan merasa itu enak, namun buat saya sebaiknya kedua makanan itu tidak dimakan bersamaan. Saya bahkan sempat bercanda ke rekan saya bahwa mungkin rasanya aneh karena cara makan kita salah, tapi cara makan kami sudah mengikuti yang dilakukan orang-orang lain yang sedang makan di sekitar kami.

Oh iya ada satu kejadian lagi di restoran ini yang cukup lucu. Jadi saya kan pernah baca kalau kita minta air (minum) di China itu pasti dikasih entah panas atau dingin. Nah rekan saya kan mau minta minum ya terus saya tuh bener-bener lupa masalah air panas atau air dingin itu. Jadi saya mintakan ke ibu-ibu yang tadi lagi "air" dalam bahasa China. Pas dateng airnya ngebul dong... Hahaha jadi ternyata kalau cuma "shui" doang yang dikasih air panas ngebul jadi harung ngomong "bing shui" (di Korea soalnya air diberikan dingin, mau itu musim dingin sekalipun). Ya setelah kejadian itu, saya akan selalu ingat kalau default air (minum) di China adalah air panas.


Struk pembelian kami
Menutup pengalaman menarik kami makan di restoran ini, pas selesai kan rekan saya mau ke toilet dulu, jadi sembari menunggu dia saya membayarkan makanan kami. Struknya ada di atas. Jadi karena penasaran (soalnya yang kami pesan adalah set daging seharga 86 Yuan dan satu porsi udang seharga 25 Yuan) tapi kok bayarnya lebih dari total keduanya. Penasaran saya akhirnya menerjemahkan dengan B*idu Transtlate (nyoba dan ternyata lebih canggih kalau buat mengartikan bahasa China dibanding G**gle Translate karena versi bahasa Inggrisnya langsung muncul di gambar yang kita ambil).

Jadi ternyata, 20 Yuan yang pertama itu adalah untuk hot pot-nya sendiri. So, beli atau gak beli daging itu 20 Yuan pasti akan dikenakan ke kita. 2 Yuan yang berikutnya adalah buat 2 sumpit dan tisu basah yang disediakan di meja (tisu dan sumpitnya ada dalam plastik putih yang ada gambar logo retoran ini). Wah, itu aja kena dibayar terpisah. Emang mungkin kita makan bawa sendok atau sumpit sendiri? Ckckck. 86 dan 25 Yuan berikutnya itu adalah pesanan kami. Yang lucu 12 Yuan yang paling bawah, itu buat 2 porsi makanan pendamping yang diberikan. Really? Gara-gara baca ini bon, sempet curiga jangan-jangan kalau itu satu piring sayur kita makan juga bakal kena disuruh bayar.

Yah namanya juga coba makan... Toh juga ini restorannya halal, jadi ya sudah lah ya. Oh ya pas kami keluar ternyata banyak yang sedang menunggu kursi kosong. Kami memang masuk ke restoran sebelum jam makan malam jadi kami langsung dapat kursi dan masih sepi banget. Yang hebat adalah ketika saya mencari nama restoran tersebut (kami masuk ke sini kan tidak sengaja), ternyata banyak yang memberi reviu sangat bagus dan bahkan ini bisa dikatakan restoran yang terkenal buat hot pot daging dombanya. Wah... saya benar-benar tidak menyangkanya.


National Stadium

National Stadium yang lampunya sudah mati
Menuju ke sana
Paling mudah menuju ke sini dengan menggunakan subway dan turun di stasiun Olympic Sports Center (Line 8). Namun karena ingin berhemat kami mencoba untuk menaiki bus. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan naik bus, yang salah adalah entah kenapa Mbah G**gle ngasih pin-nya salah dan kami nyasar entah ke daerah mana. Jadi saran saya adalah pergi ke sini naik subway aja. Lebih aman dan g bakal nyasar.

Selama di sana
Oke, jadi tujuan utama kami ke sini bukan untuk melihat si sarang burung itu (National Stadium itu bentuknya mirip sarang burung jadi dikenal juga dengan nama ini), tapi untuk belanja oleh-oleh. Kami membaca artikel di Detik (link-nya di sini), artikel ini ada di paling atas pencarian kalau kita mencari tempat belanja oleh-oleh di Beijing. Dan saya akui, iya... Karena dibandingkan dengan beberapa tempat oleh-oleh yang saya coba datangi, harga-harga di sini lebih murah dan bahkan kalau beli banyak bisa dapat bonus (misalnya beli 10 gratis 1). Lalu juga (ini bisa di coba, tapi kalau males tawar menawar seperti saya ga juha ga apa-apa), kalau misalnya ga mau beli 10, misal 5 dan ingin gratis 1 bisa coba di tawar lho.


Toko Art and Craft Supermarket
Toko ini ada di sisi kiri kalau kita berjalan dari arah pintu keluar subway menuju/menghadap ke National Stadium. Ada penanda Art and Craft Supermarket dengan latar warna merah. Barang-barangnya macam-macam, semua standar oleh-oleh ada di sini. Tas, kaos, tempelan kulkas, kaca, penggaris, dan banyak lagi bisa coba di pilih-pilih di sini. Tokonya juga lumayan besar dan memang yang nyaman adalah penjualnya bisa bahasa Indonesia (wah banget kan). Saya yang tadinya tidak berniat belanja oleh-oleh banyak, karena kalap jadi menghabiskan 260 Yuan untuk belanja oleh-oleh. (Pas di hostel saya mikir lagi kenapa saya bisa menghabiskan segitu banyak buat oleh-oleh...)

Setelah selesai belanja (kami bawa tas plastik gede gitu dong jadinya), kami baru ke National Stadium (udah dibilang kan tujuan utamanya emang belanja). Saya inget banget pas kami masuk itu hampir jam 22 malam. Kami masuk melewati pemeriksaan (seperti biasa). Pemandangan malam di sini indah, dan banyak yang sengaja datang di malam karena katanya National Stadium terlihat lebih indah di malam hari karena lampunya yang berwarna-warni. Pas mau foto-foto eh itu lampu di National Stadium mati dong. Ternyata lampu di National Stadium mati pas jam 22 teng-teng. Pas lihat pintu masuk, petugasnya juga udah pada siap-siap pulang.

Weleh, kelamaan belanja kami jadi lupa sama National Stadium dan alhasil ga dapet foto pas lampunya nyala (cuma alhamdulillah sempet lihat nyala lampunya). sudah malam juga kami akhirnya langsung menuju subway lagi untuk pulang ke hostel. Kami juga akhirnya tidak ke sini lagi karena kami toh sudah mendapatkan tujuan kami di sini, yaitu belanja oleh-oleh. Hahaha.


Penutup untuk besok

Hari ini kami sampai ke hostel agak malam, tapi sebenarnya kalau subway juga beroperasi sampai mendekati tengah malam jadi sampai sekitar jam 23 pada saat itu cukup aman. Karena sudah cape, kami memutuskan untuk membereskan tas dan oleh-oleh kami nanti saja (pemalas). Kami tidur karena besok kami harus berangkat agak pagi karena mau ke Badaling. Yap, itulah pengalaman kami di hari keempat ini. Nantikan perjalanan besok ke Tembok Besar China sisi Badaling...

Safe Travel, Save Nature

Tidak ada komentar:

Posting Komentar